Selasa, 10 Januari 2012

Penjamasan Bende Becak

1.    Pendahuluan
Ritus dan upacara seringkali dilakukan dengan berbagai macam adat istiadat dari suatu daerah. Ritus dan upacara tersebut banyak dilakukan sebagai tindakan keagamaan yang sudah menjadi kebiasaan turun temurun dari suatu daerah di masyarakat. Dan hal ini mempunyai sistem kepercayaan tersendiri akan hakekat dan tujuan dari setiap pelaksanaannya. Dalam hal ini, Penulis membahas tentang Penjamasan Bende Becak yaitu sebuah ritual kebudayaan yang tiap tahun dilaksanakan oleh masyarakat Desa Bonang Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang setiap tanggal 10 Dzulhijjah (Hari Raya Idul Adha) pada pukul 09.00 tepatnya di Rumah Juru Kunci Makam Sunan Bonang (50 meter sebelah Timur dari Makam Sunan Bonang). Menurut Abdul Rohim, seorang juru kunci petilasan Sunan Bonang mengatakan konon Bende Becak merupakan perwujudan dari seorang utusan dari Kerajaan Majapahit.
Sunan Bonang satu tokoh Wali Songo, termasuk ayahnya, Sunan Ampel. Nama aslinya, Raden Maulana Malik Ibrahim yang lahir 1465 M, telah berhasil mendirikan pondok pesantren di Desa Kemuning yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Desa Bonang mengirim surat kepada Raja Majapahit yaitu Raja Brawijaya V untuk memeluk agama Islam. Kemudian Raja Brawijaya V mengutus utusannya yang bernama Becak untuk memberikan jawaban penolakan terhadap surat tersebut. Sang utusan Majapahit itu pun tiba di kediaman Sunan Bonang, di Hutan Kemuning, sekarang Desa Bonang, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, menjelang maghrib sebelum Hari Raya Idul Adha. Setibanya di pintu pesantren Sunan Bonang bersama murid-muridnya sedang mengaji. Sambil menunggu Becak rengeng-rengeng (bernyanyi-nyanyi kecil).
Merasa terganggu Sunan Bonang bertanya kepada muridnya suara apakah itu? Para murid menjawab itu suara orang bernyanyi tapi Sunan Bonang berkata itu bukan suara orang tapi suara bende (Gong yang berukuran kecil). Seketika Becak berubah menjadi sebuah bende.
2.    Letak Geografis Desa Bonang
Desa Bonang terletak 6o39’ Derajat Lintang Selatan dan 111o27’ Derajat Bujur Timur.


Batas-Batas Desa Bonang
a.    Sebelah Utara        : Desa Binangun dan Laut Jawa
b.    Sebelah Selatan    : Desa Tasiksono
c.    Sebelah Timur        : Desa Sanetan dan Rakitan
d.    Sebelah Barat        : Laut Jawa
3.    Mata Pencaharian Masyarakat
Sesuai namanya, kota Lasem berada di kaki Gunung yang membuat wilayah ini menjadi unik. Di satu sisi ia berada tepat di pesisir Laut Jawa dan di sisi lain ia juga memiliki wilayah pegunungan. Hal ini juga membuat mata pencaharian penduduk Lasem pun jadi beragam mulai dari nelayan hingga petani dan peternak. Begitu pula Desa Bonang, Sebagian Besar Masyarakat sebagai nelayan karena berbatasan dengan laut. sebagian lainnya petani, peternak, maupun pedagang.
4.    Komposisi Penduduk Berdasarkan:
a.    Profesi
Sebagian besar penduduk Desa Bonang sebagai nelayan. Selain nelayan juga sebagai peternak hewan, entah hewan darat ( sapi ) maupun hewan air ( ikan tawar). Di sisi peternak akan muncul pedagang untuk menjual hasil ternak maupun ikan tangkapan nelayan, serta pedagang dadakan yang memanfaatkan bulan selo (bulan jawa) adanya Haul Sunan Bonang. Walaupun berbatasan dengan laut Desa Bonang juga terdapat sawah, untuk itu ada yang menjadi petani. Selain itu juga ada yang berprofesi sebagai pegawai, sopir dan pengangguran.
b.    Agama
Hampir 100% agama Masyarakat Bonang Islam. Agama Non Islam sangatlah minim. Hal ini dikarenakan pengaruh Sunan Bonang yang sangat besar di tempat tersebut.
c.    Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan di Desa Bonang bervariasi mulai dari tidak tamat SD, tamat SMP sederajat, tamat SMA sederajat, tamat Diploma, Sarjana maupun masih bersekolah/kuliah.
5.    Upacara Adat yang Masih Dilestarikan di Desa Bonang
a.    Upacara  yang dimulai dari lahirnya manusia sampai meninggal dunia. Misalnya nyewu dll, pingit ( pada upacara pernikahan).
b.    Haul Sunan Bonang.
c.    Sedekah Bumi.
d.    Sedekah Laut.
6.    Prosesi Penjamasan Bende Becak
Sunan Bonang memakai Bende Becak untuk mengumpulkan masyarakat mendengar syiar Islam, menjalin kerukunan, dan peringatan tanda bahaya," kata juru kunci Bende Becak Sunan Bonang sekaligus tokoh masyarakat Desa Bonang, Abdul Wahid. Hingga kini, Bende Becak itu masih ada dan tersimpan di rumah juru kunci tersebut. Setiap 10 Dzulhijah, saat hari raya Idul Adha, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan juru kunci menjamas Bende Becak tersebut.

Dalam upacara itu, juru kunci menyediakan air bunga jamasan di lima tempat, ketan kuning dengan unti atau parutan kelapa bercampur gula jawa. Juru kunci menaruh ketan kuning itu di atas rakitan potongan bambu.
ritual diawali dengan mencuci Bende Becak, dengan menggunakan air bunga. Selain itu, ada pula tumpeng-tumpeng kecil ketan dan nasi kuning sebagai wujud rasa syukur serta potongan kecil kain mori yang digunakan untuk ritual penjamasan. Setelah tokoh agama dan masyarakat menjamas Bende Becak serta batu penabuhnya, ketan kuning plus unti, wadah ketan kuning, dan air bekas jamasan, dibagikan ke masyarakat.
Sejumlah ulama setempat berulang kali mengingatkan melalui alat pengeras suara, agar pengunjung tidak terjebak pada kemusyrikan. air, ketan, tusuk sate, kain mori dll hanyalah sebagai wasilah (perantara) sedangkan untuk meminta tetap hanya kepada Allah SWT.
7.    Nilai Edukasi Penjamasan Bende Becak
Upacara ini termasuk upacara periodikal karena dilaksanakan setahun sekali yang hanya dilaksanakan tiap tanggal 10 Dzulhijjah. Dapat digolongkan ke dalam bentuk upacara dasar (core ritual) yang bertujuan untuk merawat segala apa yang telah usang dan lapuk karena pada upacara penjamasan bende becak ini bertujuan untuk merawat bende yang merupakan benda sejarah bertahun-tahun dari peninggalan masa Sunan Bonang. Fungsi dari upacara penjamasan bende becak adalah untuk menjamas atau membersihkan kotoran atau memandikan Bende Becak agar tetap terawat dan tidak rusak. Fungsi lainnya adalah juga untuk mengenang jasa-jasa Sunan Bonang ketika menyebarkan agama Islam di Desa Bonang ini. mengingatkan pemeluk Islam agar mau memperjuangkan dan menghidupkan Islam sebagaimana dicontohkan Sunan Bonang.
Dalam Penjamasan ini ada beberapa yang dapat diambil Pertama Motivasi beragama atau motif teogenetis yaitu  untuk tabarukan atau untuk mengingat sosok sunan Bonang dan ajaran-ajarannya, untuk mengharapkan barokah dari Sunan Bonang dan mengingat kebesaran Allah SWT atas adanya Bende Becak. Dan motivasi objektif (manipulation motive) juga muncul yaitu untuk menyaksikan bende becak secara langsung dengan alasan karena bende becak ini benda bersejarah yang hanya bisa dilihat setahun sekali, dan untuk mendapatkan sisa-sisa penjamasan bende becak yang dipercayai mempunyai barokah.
8.    Komentar Tentang Penjamasan Bende Becak
Penjamasan Bende Becak merupakan tradisi tahunan untuk melestarikan budaya. Tradisi penjamasan ini mengingatkan kita pada perjalanan Waliyullah Sunan Bonang dalam usaha menyebarkan syiar agama Islam di Tanah Jawa. Sehingga sangat tidak etis apabila tidak dilestarikan. Menyebabkan sejarah terbengkalai begitu saja, serta tradisi semacam ini sangatlah menarik perhatian semua orang karena hanya terdapat di Desa Bonang Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang.
Penjamasan ini juga mengingatkan pemeluk Islam untuk hidup rukun dan bersaudara, tidak boleh bertentangan dan saling memperhatikan. Sebagaimana fungsi awalnya yaitu menjalin kerukunan ( salah satu fungsi Bende Becak ).


9.    Penutup
Bende Becak merupakan benda bersejarah peninggalan Sunan Bonang pada saat itu berfungsi untuk mengumpulkan masyarakat mendengar syiar Islam, menjalin kerukunan, dan peringatan tanda bahaya. Dari hal tersebut sebagai Umat Islam untuk hidup rukun dan bersaudara, tidak boleh bertentangan dan saling memperhatikan.
Layaknya benda sejarah seperti yang lain, Bende Becak juga memerlukan perawatan dalam hal ini memandikan atau membersihkan kotoran atau lebih dikenal sebagai penjamasan sehingga Bende Becak dapat terjaga serta tidak rusak. Tetapi saat selesai penjamasan banyak warga yang berebut sisa air, kain mori, bambu dll yang menurut mereka membawa barokah padahal Ulama setempat sudah memperingatkan supaya tidak terjebak dalam kesyirikan.
Selain untuk menjaga Bende Becak, penjamasan juga dapat berfungsi sebagai mengenang perjuangan Sunan Bonang dalam mensyiarkan Islam di Tanah Jawa sehingga Umat Islam dapat bersemangat atau berlomba-lomba dalam kebaikan, serta masyarakat dapat meneladani perilaku dan perjuangan Sunan Bonang karena dalam era globalisasi ini masyarakat dihadapkan kepada kemajuan teknologi dan kebebasan tak terkecuali pengaruh negatifnya.

Sejarah Hukum Pidana di Indonesia

Hukum pidana Indonesia yang berlaku sekarang ini, belumlah merupakan hukum yang asli lahir dibuat oleh bangsa kita sendiri, melainkan masih dapat dikatakan merupakan warisan bangsa Belanda dahulu. KUHP kita sekarang ini masih terjemahan dari KUHP Belanda (Wetboek van Strafrecht). Adapun riwayat hukum pidana kita adalah sebagai berikut:
Tahap I
Sebelum masuknya Belanda ke wilayah nusantara kita,di Kepulauan nusantara (Indonesia) pada waktu iu pada bidang kepidanaan yang baru adalah hukum Pidana adat yang merupakan hukum tak tertulis dan berlaku dalam isi, tempat/ golongan ang berbeda-beda (pluralistis atau berbhineka.hanya sebagian kecil saja hukum pidana yang tertulis pada waktu itu, tetapi hanya berlaku secara lokal didalam wilayah kerajaan yang membuatnya.
Tahap II
Setelah Belanda  masuk dan bercokol di nusantara, maka di negeri kita terjadi dualisme hukum pidana yakni adanya diferensiasi atau pembedaan perlakuan antara 2 hukum pidana yaitu:
a.    Hukum pidana yang berlaku bagi orang- orang Belanda dan orang-orang Eropa lainya serta dipersamakan dengan mereka dalam hal mereka berada di Nusantara kita ini, yang termuat dalam Wetboek van Strafrecht  voor de Eropeanen.
b.    Hukum pidana yang berlaku bagi orang-orang bumi putera (pribumi Indonesia ) dan golonga timur asing (Arab, India, Cina, dan sebagainya) yang termuat dalam Wetboek van Strafrecht  .
Kedua hukum pidana di atas diadakan oleh pemerintah Belnda dengan bersumber pada hukum pidana Perancis yakni Cde Penal Prancis yang lahir pada masa Napoleon Bonaparte. Disamping itu pengaruh hukum pidana Romawi pun masih terasa besar dalam tahap ini.
Tahap III
Pada tahun 1915 diumumkan adanya KUHP yang baru. KUHP tersebut baru berlaku pada tanggal 1 Januari 1918 bagi semua penduduk Indonesia dengan menghapus dua KUHP yang telah disebutkan pada tahap II di atas. Dengan demikian pada saat itu unifikasi dalam hukum pidana kita telah tercapai mengakhiri dualisme yang ada sebelumnya (dengan adanya WvS voor Nederlandsche Indie). KUHP 1918 yang tunggal ini bukan lagi turunan dari Code Penal Prancis sebagaimana sebelumnya, tetapi sudah bersumber  langsung(merupakan turunan) dari KUHP  nasional Belanda yang telah ada sejak tahun 1866, melalui beberapa perubahan , tambahan/ penyelarasannya untuk diberlakukan di Indonesia (asas concordansi).
Tahap IV
 Pada 8 Maret 1942 Jepang masuk ke Indonesia setelah berhasil mengalahkan Belanda. Pada waktu itu WvS voor Nederlandshe Indie 1918masih tetap berlaku. Hanya saja untuk kepentingan- kepentingan pemerintahannya, dalam beberapa waktu teretentu pemerintah Jepang juga mengeluarkan maklumat yang memuat ketentuan pidana. Jadi sejak saat itu hukum pidana yang berlaku di Indonesia adalah WvS voor Nederlandshe Indie dan ketentuan-ketentuan hukum pidana Jepang.
Tahap V
pada tanggal 17 A gustus 1945 negara kita memproklamasikan kemerdekaannya.dengan pasal II aturan peralihan UUD 1945 yang mulai berlaku sejak tanggal 18 Agusus 1945, dotetapkan bahwa segala lembaga negara dan peraturan hukum yang ada pada waktu itu (WvS voor Nederlandshe Indie dan ketentuan-ketentuan hukum pidana Jepang) masih berlaku sepanjang masih belum digantikan dengan baru menurut UUD 1945 itu sendiri.


Tahap VI
Dengan adanya UU No. 1 tahun 1946 ditetapkan bahwa hukum pidana Indonesia ialah hukum pidana yang termuat dalam WvS voor Nederlandshe Indie 1918 saja, sehingga unifikasi hukum pidana kita terwujud kembali.
Tahap VII 
Selanjutnya Belanda setelah Indonesia merdeka ternyata masih mencoba menjajah kembali Indonesia. Melaui agresi militer dan berbagai terornya untuk sementara waktu Belanda berhasil menduduki Indonesia kembali dengan membawa serta hukum pidananya yang dulu , tetapi denan nama yang sudah diubah yakni WvS voor Indonesia dengan isi 570 pasal (melalaui berbagai penambahan dan pemberatan hukum). Akibatnya kembali adanya dualisme hukum pidana yakni WvS voor Nederlandshe Indie(569 pasal) dan WvS voor Indonesia (570).

Tahap VIII
Dualisme ini segera berakhir dengan dikeluarkannya UU No. 73 tahun 1958 yang memperkuat UU No. 1 tahun 1946 yang pada dasarnya menetapkan bahwa hukum pidana yang berlaku bagi seluruh penduduk Indonesia (unifikasi) ialah hukum pidanan yang termuat dalam WvS voor nederlandshe indie (596 pasal) atau dengan kata lain hukum pidana yang berlaku sejak 1 Januari 1918 dan bukan WvS voor Indonesia yang berisi 570 pasal itu.
WvS voor Nederlandshe Indie tahun 1918 inilah yang akhirnya diterjemahkan menjadi KUHP kita sampai saat ini.  

Gemana sech BenaHen Background windows 7

http://www.ziddu.com/download/18814741/RemoveWAT.exe.html

Download ja RemoveWAT...
mudah kn:D

MALAM PERTAMA

Mengingat Malam Pertama


Satu hal sebagai bahan renungan kita...
Tuk merenungkan indahnya malam pertama
Tapi bukan malam penuh kenikmatan duniawiah semata
Bukan malam pertama  ke peraduan Adam dan Hawa

Justeru malam pertama 'perkawinan' kita dengan Sang Maut
Sebuah malam yang meninggalkan isak tangis sanak saudara
Hari itu...mempelai sangat dimanjakan
Mandipun...harus dimandikan

Seluruh badan kita terbuka....
Tak ada sehelai benangpun menutupinya..
Tak ada sedikitpun rasa malu...
Seluruh badan digosok dan dibersihkan
Kotoran dari lubang hidung dan anus dikeluarkan

Bahkan lubang ? lubang itupun ditutupi kapas putih...
Itulah sosok kita....
Itulah jasad kita waktu itu

Setelah dimandikan...,
Kitapun kan dipakaikan gaun cantik berwarna putih

Kain itu ...jarang orang memakainya..
Karena bermerk sangat terkenal, yaitu Kafan

Wewangian ditaburkan ke baju kita...
Bagian kepala..,badan..., dan kaki diikatkan

Tataplah....tataplah...itulah wajah kita

Keranda pelaminan... langsung disiapkan

Pengantin bersanding sendirian...

Mempelai di arak keliling kampung bertandukan tetangga

Menuju istana keabadian sebagai simbol asal usul kita
Diiringi langkah gontai seluruh keluarga

Serta rasa haru para handai taulan
Gamelan syahdu bersyairkan adzan dan kalimah kudus

Akad nikahnya bacaan talkin...
Berwalikan liang lahat..
Saksi - saksinya nisan-nisan..yang tlah tiba duluan

Siraman air mawar..pengantar akhir kerinduan

dan akhirnya.....
Tiba masa pengantin..
Menunggu dan ditinggal sendirian...
Tuk mempertanggungjawabkan seluruh langkah kehidupan

Malam pertama bersama 'kekasih'..
Ditemani rayap - rayap dan cacing tanah
Di kamar bertilamkan tanah..
Dan ketika 7 langkah tlah pergi....
Kitapun kan ditanyai oleh sang Malaikat...
Kita tak tahu apakah akan memperoleh Nikmat Kubur...
Ataukah kita kan memperoleh Siksa Kubur.....
Kita tak tahu...dan tak seorangpun yang tahu....
Tapi anehnya kita tak pernah galau ketakutan....
Padahal nikmat atau siksa yang kan kita terima
Kita sungkan sekali meneteskan air mata...
Seolah barang berharga yang sangat mahal...

Inilah masa menunggu sebelum tibanya hari akhir dari segala-galanya..
Akankah sejak malam ini kita menunggu untuk ke surga atau ke neraka..
Mungkin tak pantas kita rasanya menjadi ahli syurga...
Tapi....tapi ....sanggupkah kita menjadi ahli neraka...


Wahai Sahabat...mohon maaf...jika malam itu aku tak menemanimu

Bukan aku tak setia...
Bukan aku berkhianat....
Tapi itulah komitmen azali tentang hidup dan kehidupan
Rasa sayangku padamu lebih dari apa yang kau duga

Aku berdo'a...semoga kita bisa khusnul khotimah sehingga jadi ahli
syurga.

Amien....