1. Pendahuluan
Ritus dan upacara seringkali dilakukan dengan berbagai macam adat istiadat dari suatu daerah. Ritus dan upacara tersebut banyak dilakukan sebagai tindakan keagamaan yang sudah menjadi kebiasaan turun temurun dari suatu daerah di masyarakat. Dan hal ini mempunyai sistem kepercayaan tersendiri akan hakekat dan tujuan dari setiap pelaksanaannya. Dalam hal ini, Penulis membahas tentang Penjamasan Bende Becak yaitu sebuah ritual kebudayaan yang tiap tahun dilaksanakan oleh masyarakat Desa Bonang Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang setiap tanggal 10 Dzulhijjah (Hari Raya Idul Adha) pada pukul 09.00 tepatnya di Rumah Juru Kunci Makam Sunan Bonang (50 meter sebelah Timur dari Makam Sunan Bonang). Menurut Abdul Rohim, seorang juru kunci petilasan Sunan Bonang mengatakan konon Bende Becak merupakan perwujudan dari seorang utusan dari Kerajaan Majapahit.
Sunan Bonang satu tokoh Wali Songo, termasuk ayahnya, Sunan Ampel. Nama aslinya, Raden Maulana Malik Ibrahim yang lahir 1465 M, telah berhasil mendirikan pondok pesantren di Desa Kemuning yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Desa Bonang mengirim surat kepada Raja Majapahit yaitu Raja Brawijaya V untuk memeluk agama Islam. Kemudian Raja Brawijaya V mengutus utusannya yang bernama Becak untuk memberikan jawaban penolakan terhadap surat tersebut. Sang utusan Majapahit itu pun tiba di kediaman Sunan Bonang, di Hutan Kemuning, sekarang Desa Bonang, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, menjelang maghrib sebelum Hari Raya Idul Adha. Setibanya di pintu pesantren Sunan Bonang bersama murid-muridnya sedang mengaji. Sambil menunggu Becak rengeng-rengeng (bernyanyi-nyanyi kecil).
Merasa terganggu Sunan Bonang bertanya kepada muridnya suara apakah itu? Para murid menjawab itu suara orang bernyanyi tapi Sunan Bonang berkata itu bukan suara orang tapi suara bende (Gong yang berukuran kecil). Seketika Becak berubah menjadi sebuah bende.
2. Letak Geografis Desa Bonang
Desa Bonang terletak 6o39’ Derajat Lintang Selatan dan 111o27’ Derajat Bujur Timur.
Sesuai namanya, kota Lasem berada di kaki Gunung yang membuat wilayah ini menjadi unik. Di satu sisi ia berada tepat di pesisir Laut Jawa dan di sisi lain ia juga memiliki wilayah pegunungan. Hal ini juga membuat mata pencaharian penduduk Lasem pun jadi beragam mulai dari nelayan hingga petani dan peternak. Begitu pula Desa Bonang, Sebagian Besar Masyarakat sebagai nelayan karena berbatasan dengan laut. sebagian lainnya petani, peternak, maupun pedagang.
4. Komposisi Penduduk Berdasarkan:
a. Profesi
Sebagian besar penduduk Desa Bonang sebagai nelayan. Selain nelayan juga sebagai peternak hewan, entah hewan darat ( sapi ) maupun hewan air ( ikan tawar). Di sisi peternak akan muncul pedagang untuk menjual hasil ternak maupun ikan tangkapan nelayan, serta pedagang dadakan yang memanfaatkan bulan selo (bulan jawa) adanya Haul Sunan Bonang. Walaupun berbatasan dengan laut Desa Bonang juga terdapat sawah, untuk itu ada yang menjadi petani. Selain itu juga ada yang berprofesi sebagai pegawai, sopir dan pengangguran.
b. Agama
Hampir 100% agama Masyarakat Bonang Islam. Agama Non Islam sangatlah minim. Hal ini dikarenakan pengaruh Sunan Bonang yang sangat besar di tempat tersebut.
c. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan di Desa Bonang bervariasi mulai dari tidak tamat SD, tamat SMP sederajat, tamat SMA sederajat, tamat Diploma, Sarjana maupun masih bersekolah/kuliah.
5. Upacara Adat yang Masih Dilestarikan di Desa Bonang
a. Upacara yang dimulai dari lahirnya manusia sampai meninggal dunia. Misalnya nyewu dll, pingit ( pada upacara pernikahan).
b. Haul Sunan Bonang.
c. Sedekah Bumi.
d. Sedekah Laut.
6. Prosesi Penjamasan Bende Becak
Sunan Bonang memakai Bende Becak untuk mengumpulkan masyarakat mendengar syiar Islam, menjalin kerukunan, dan peringatan tanda bahaya," kata juru kunci Bende Becak Sunan Bonang sekaligus tokoh masyarakat Desa Bonang, Abdul Wahid. Hingga kini, Bende Becak itu masih ada dan tersimpan di rumah juru kunci tersebut. Setiap 10 Dzulhijah, saat hari raya Idul Adha, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan juru kunci menjamas Bende Becak tersebut.
Ritus dan upacara seringkali dilakukan dengan berbagai macam adat istiadat dari suatu daerah. Ritus dan upacara tersebut banyak dilakukan sebagai tindakan keagamaan yang sudah menjadi kebiasaan turun temurun dari suatu daerah di masyarakat. Dan hal ini mempunyai sistem kepercayaan tersendiri akan hakekat dan tujuan dari setiap pelaksanaannya. Dalam hal ini, Penulis membahas tentang Penjamasan Bende Becak yaitu sebuah ritual kebudayaan yang tiap tahun dilaksanakan oleh masyarakat Desa Bonang Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang setiap tanggal 10 Dzulhijjah (Hari Raya Idul Adha) pada pukul 09.00 tepatnya di Rumah Juru Kunci Makam Sunan Bonang (50 meter sebelah Timur dari Makam Sunan Bonang). Menurut Abdul Rohim, seorang juru kunci petilasan Sunan Bonang mengatakan konon Bende Becak merupakan perwujudan dari seorang utusan dari Kerajaan Majapahit.
Sunan Bonang satu tokoh Wali Songo, termasuk ayahnya, Sunan Ampel. Nama aslinya, Raden Maulana Malik Ibrahim yang lahir 1465 M, telah berhasil mendirikan pondok pesantren di Desa Kemuning yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Desa Bonang mengirim surat kepada Raja Majapahit yaitu Raja Brawijaya V untuk memeluk agama Islam. Kemudian Raja Brawijaya V mengutus utusannya yang bernama Becak untuk memberikan jawaban penolakan terhadap surat tersebut. Sang utusan Majapahit itu pun tiba di kediaman Sunan Bonang, di Hutan Kemuning, sekarang Desa Bonang, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, menjelang maghrib sebelum Hari Raya Idul Adha. Setibanya di pintu pesantren Sunan Bonang bersama murid-muridnya sedang mengaji. Sambil menunggu Becak rengeng-rengeng (bernyanyi-nyanyi kecil).
Merasa terganggu Sunan Bonang bertanya kepada muridnya suara apakah itu? Para murid menjawab itu suara orang bernyanyi tapi Sunan Bonang berkata itu bukan suara orang tapi suara bende (Gong yang berukuran kecil). Seketika Becak berubah menjadi sebuah bende.
2. Letak Geografis Desa Bonang
Desa Bonang terletak 6o39’ Derajat Lintang Selatan dan 111o27’ Derajat Bujur Timur.
Batas-Batas Desa Bonang
a. Sebelah Utara : Desa Binangun dan Laut Jawa
b. Sebelah Selatan : Desa Tasiksono
c. Sebelah Timur : Desa Sanetan dan Rakitan
d. Sebelah Barat : Laut Jawa
3. Mata Pencaharian Masyarakata. Sebelah Utara : Desa Binangun dan Laut Jawa
b. Sebelah Selatan : Desa Tasiksono
c. Sebelah Timur : Desa Sanetan dan Rakitan
d. Sebelah Barat : Laut Jawa
Sesuai namanya, kota Lasem berada di kaki Gunung yang membuat wilayah ini menjadi unik. Di satu sisi ia berada tepat di pesisir Laut Jawa dan di sisi lain ia juga memiliki wilayah pegunungan. Hal ini juga membuat mata pencaharian penduduk Lasem pun jadi beragam mulai dari nelayan hingga petani dan peternak. Begitu pula Desa Bonang, Sebagian Besar Masyarakat sebagai nelayan karena berbatasan dengan laut. sebagian lainnya petani, peternak, maupun pedagang.
4. Komposisi Penduduk Berdasarkan:
a. Profesi
Sebagian besar penduduk Desa Bonang sebagai nelayan. Selain nelayan juga sebagai peternak hewan, entah hewan darat ( sapi ) maupun hewan air ( ikan tawar). Di sisi peternak akan muncul pedagang untuk menjual hasil ternak maupun ikan tangkapan nelayan, serta pedagang dadakan yang memanfaatkan bulan selo (bulan jawa) adanya Haul Sunan Bonang. Walaupun berbatasan dengan laut Desa Bonang juga terdapat sawah, untuk itu ada yang menjadi petani. Selain itu juga ada yang berprofesi sebagai pegawai, sopir dan pengangguran.
b. Agama
Hampir 100% agama Masyarakat Bonang Islam. Agama Non Islam sangatlah minim. Hal ini dikarenakan pengaruh Sunan Bonang yang sangat besar di tempat tersebut.
c. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan di Desa Bonang bervariasi mulai dari tidak tamat SD, tamat SMP sederajat, tamat SMA sederajat, tamat Diploma, Sarjana maupun masih bersekolah/kuliah.
5. Upacara Adat yang Masih Dilestarikan di Desa Bonang
a. Upacara yang dimulai dari lahirnya manusia sampai meninggal dunia. Misalnya nyewu dll, pingit ( pada upacara pernikahan).
b. Haul Sunan Bonang.
c. Sedekah Bumi.
d. Sedekah Laut.
6. Prosesi Penjamasan Bende Becak
Sunan Bonang memakai Bende Becak untuk mengumpulkan masyarakat mendengar syiar Islam, menjalin kerukunan, dan peringatan tanda bahaya," kata juru kunci Bende Becak Sunan Bonang sekaligus tokoh masyarakat Desa Bonang, Abdul Wahid. Hingga kini, Bende Becak itu masih ada dan tersimpan di rumah juru kunci tersebut. Setiap 10 Dzulhijah, saat hari raya Idul Adha, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan juru kunci menjamas Bende Becak tersebut.
Dalam upacara itu, juru kunci menyediakan air bunga jamasan di lima tempat, ketan kuning dengan unti atau parutan kelapa bercampur gula jawa. Juru kunci menaruh ketan kuning itu di atas rakitan potongan bambu.
ritual diawali dengan mencuci Bende Becak, dengan menggunakan air bunga. Selain itu, ada pula tumpeng-tumpeng kecil ketan dan nasi kuning sebagai wujud rasa syukur serta potongan kecil kain mori yang digunakan untuk ritual penjamasan. Setelah tokoh agama dan masyarakat menjamas Bende Becak serta batu penabuhnya, ketan kuning plus unti, wadah ketan kuning, dan air bekas jamasan, dibagikan ke masyarakat.
Sejumlah ulama setempat berulang kali mengingatkan melalui alat pengeras suara, agar pengunjung tidak terjebak pada kemusyrikan. air, ketan, tusuk sate, kain mori dll hanyalah sebagai wasilah (perantara) sedangkan untuk meminta tetap hanya kepada Allah SWT.
7. Nilai Edukasi Penjamasan Bende Becak
Upacara ini termasuk upacara periodikal karena dilaksanakan setahun sekali yang hanya dilaksanakan tiap tanggal 10 Dzulhijjah. Dapat digolongkan ke dalam bentuk upacara dasar (core ritual) yang bertujuan untuk merawat segala apa yang telah usang dan lapuk karena pada upacara penjamasan bende becak ini bertujuan untuk merawat bende yang merupakan benda sejarah bertahun-tahun dari peninggalan masa Sunan Bonang. Fungsi dari upacara penjamasan bende becak adalah untuk menjamas atau membersihkan kotoran atau memandikan Bende Becak agar tetap terawat dan tidak rusak. Fungsi lainnya adalah juga untuk mengenang jasa-jasa Sunan Bonang ketika menyebarkan agama Islam di Desa Bonang ini. mengingatkan pemeluk Islam agar mau memperjuangkan dan menghidupkan Islam sebagaimana dicontohkan Sunan Bonang.
Dalam Penjamasan ini ada beberapa yang dapat diambil Pertama Motivasi beragama atau motif teogenetis yaitu untuk tabarukan atau untuk mengingat sosok sunan Bonang dan ajaran-ajarannya, untuk mengharapkan barokah dari Sunan Bonang dan mengingat kebesaran Allah SWT atas adanya Bende Becak. Dan motivasi objektif (manipulation motive) juga muncul yaitu untuk menyaksikan bende becak secara langsung dengan alasan karena bende becak ini benda bersejarah yang hanya bisa dilihat setahun sekali, dan untuk mendapatkan sisa-sisa penjamasan bende becak yang dipercayai mempunyai barokah.
8. Komentar Tentang Penjamasan Bende Becak
Penjamasan Bende Becak merupakan tradisi tahunan untuk melestarikan budaya. Tradisi penjamasan ini mengingatkan kita pada perjalanan Waliyullah Sunan Bonang dalam usaha menyebarkan syiar agama Islam di Tanah Jawa. Sehingga sangat tidak etis apabila tidak dilestarikan. Menyebabkan sejarah terbengkalai begitu saja, serta tradisi semacam ini sangatlah menarik perhatian semua orang karena hanya terdapat di Desa Bonang Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang.
Penjamasan ini juga mengingatkan pemeluk Islam untuk hidup rukun dan bersaudara, tidak boleh bertentangan dan saling memperhatikan. Sebagaimana fungsi awalnya yaitu menjalin kerukunan ( salah satu fungsi Bende Becak ).
9. Penutup
Bende Becak merupakan benda bersejarah peninggalan Sunan Bonang pada saat itu berfungsi untuk mengumpulkan masyarakat mendengar syiar Islam, menjalin kerukunan, dan peringatan tanda bahaya. Dari hal tersebut sebagai Umat Islam untuk hidup rukun dan bersaudara, tidak boleh bertentangan dan saling memperhatikan.
Layaknya benda sejarah seperti yang lain, Bende Becak juga memerlukan perawatan dalam hal ini memandikan atau membersihkan kotoran atau lebih dikenal sebagai penjamasan sehingga Bende Becak dapat terjaga serta tidak rusak. Tetapi saat selesai penjamasan banyak warga yang berebut sisa air, kain mori, bambu dll yang menurut mereka membawa barokah padahal Ulama setempat sudah memperingatkan supaya tidak terjebak dalam kesyirikan.
Selain untuk menjaga Bende Becak, penjamasan juga dapat berfungsi sebagai mengenang perjuangan Sunan Bonang dalam mensyiarkan Islam di Tanah Jawa sehingga Umat Islam dapat bersemangat atau berlomba-lomba dalam kebaikan, serta masyarakat dapat meneladani perilaku dan perjuangan Sunan Bonang karena dalam era globalisasi ini masyarakat dihadapkan kepada kemajuan teknologi dan kebebasan tak terkecuali pengaruh negatifnya.